06.05

Pagi terakhir di Bulan April ini begitu menyakitkan, apa kamu tau ini kenapa? Semuanya karna kamu.
Apa kamu sadar? Semua perkataanmu dari a sampai z itu membuat aku terjatuh lalu terbangun kemudian terjatuh lagi, begitu saja terus tanpa jeda. Apa sebelum kamu berbicara itu sudah membulatkan matang-matang perkataanmu? Sudahkah? Jika sudah, berarti memang benar kamu manusia terjahat dan terkejam di dunia ini, sekalipun kamu ku anggap Ibu kandungku sendiri. Sudah seberapa sabar yang aku lakukan karna perkataanmu yang menusuk-nusuk hatiku? Tak terhingga jika kamu ingin tau. Rasanya mungkin sulit, ingin mendapatkan perhatian halusmu, sapaan hangatmu, nyamannya jika aku sedang bercerita tentang seseorang. Sepertinya tidak mudah, bisa saja tidak mungkin. Terkadang aku lelah untuk hidup seperti ini, seperti selama tujuh belas tahun aku hidup sia-sia lah sudah. Tapi sikap tegarmu beberapa tahun ke belakang membuatku termotivasi untuk jalan hidup kedepan.
Lalu, yaitulah, aku mulai merasa dibuat mati oleh semua perkataanmu, hatiku hancur seperti mati, tapi ragaku hidup harus merasakan dinginnya sikapmu.
Lukaku begitu meluap-luap karnamu dibandingkan luka yang telah dibuat oleh pria itu.

18.01

Kamu yang mencintai, tapi aku yang terluka karna tak mencintaimu. Adil bukan?

22.37

               Malam itu aku menceritakan bagaimana terlukanya aku, bagaimana kesulitannya aku menyembuhkan luka ini, tetapi ia dengan mudah berbicara;
"Yang namanya cinta, pasti akan ada luka, kamu berani mencintai seseorang, kamu juga harus berani menyambut luka, sebahagia-bahagianya orang yang sudah menikah, perselisihan yang membuat luka pasti ada, itu bagaimana kita menanggapainya, bagaimana kita menerimanya, jika kamu tidak ingin terluka, tidak mungkin, sebaik-baiknya manusia, pasti akan terluka, Tapi ingat, jangan jadikan lukamu penghalang segala aktivitasmu, karna yang seharusnya kamu lakukan setelah mendapat luka, pelajari kesalahan dan luka yang telah menimpamu, bukan galau gak jelas, karna percuma kamu galau, karna galau juga tidak akan menyelessaikan segala sesuatu yang terjadi padamu, hadapi, jalani, pelajari." ucapnya yang tak henti menasihatiku

Aku hanya tertunduk lemas setelah mendengarnya, dia dengan mudahnya berbicara, dan aku hanya berdesis mengeluh "semudah itukah?"

22.25

Entah kesulitan menyembuhkan luka, 
ataukah trauma pada cinta,
yang jelas,
luka tetaplah luka.

22.22

Luka tetaplah luka, sebagus apapun kamu, sesempurna apapun kamu, seberusaha keras bagaimanapun kamu, yang namanya telah mengukir luka, akan sulit jika kembali membaik, apa lagi sempurna.

21.54

Sepertinya hati ini berlabuh padamu, Tuan. 

22.57

Kamu tau apa yang lebih menyakitkan setelah sembilan belas menyakitkan kemarin? Yaitu dua puluh april, hari ini. Ketika kukira semuanya sudah membaik, ternyata kebohonganlah yang hidup. Kebohongan, luka, inkar, masa lalu, hidup dan memaksaku untuk mati. Mereka hidup, agar dapat membunuhku hidup-hidup. Menjatuhkanku dengan berbagai macam cara agar lukanya sebanding. Setelah itu, nikmatlah sudah berbahagia. Dan aku yang benar benar terpuruk. 


Lalu, harus se sengsara apa agar bisa tertawa terbahak-bahak melihat kesengsaraanku?

22.29

Katamu dunia itu tempat sandiwara, bagiku dunia adalah tempatmu belajar memahami.
Katamu matematika itu menyenangkan, kataku sastra bukan sekedar mata pelajaran.
Katamu kau benci peran antagonis, menurutku peran adalah tentang sudut pandang.
Katamu rindu itu menyebalkan, menurutku rindu itu pelajaran.
Katamu cinta itu tentang mempererat genggaman, menurutku cinta itu tentang merelakan yang memilih pergi.
Kita berbeda tapi apakah perbedaan kita masih menyulitkan untuk bersatu? Bukannya perbedaan itu tidak apa jika bersatu, lalu apa lagi yang kamu pikirkan jika memang kita sama sama mencintai?

M Nauval - Sasha A. Alisya
19 April 2016, 22:00.

Seratus lima belas hari tanpamu

21.16

Ini sembilan belas ke empat yang aku temui tanpamu, tanpa kita, tanpa ucapan "Selamat bertemu sembilan belas selanjutnya ya, aku menyayangimu.". Dua ribu lima belas milikku yang dulu sepenuhnya hanya dirimu, kini sudah tertinggal jauh di belakang. Apa kabarnya tuan? Setelah kita saling bertemu tapi tidak bertegur sapa, aku sudah tidak mengetahui bagaimana kamu kali ini, dari awal perpisahan menyakitkan itu aku menutupnya rapat-rapat untuk mengetahui segalanya tentang kamu, tapi kerinduan padamu sulit untuk aku tutup rapat-rapat-- entahlah.
Tentu kamu tidak membayangkan, betapa sisa-sisa dua ribu lima belas yang aku lewati tanpa kehadiranmu adalah hari-hari menyedihkan yang perihnya aku tahan sendiri. Tidak ada orang yang mengerti betapa kehilanganmu adalah ketakutan terbesarku. Dan, kepergianmu yang tiba-tiba bahkan masih menimbulkan tanya di dadaku. Diam-diam, aku berkata dalam hati, "Apakah memang aku tidak sepenting itu bagimu?"
Aku berusaha meyakinkan diriku untuk membencimu di sisa-sisa dua ribu belas milikku yang aku lewati setelah perpisahan kita. Aku berusaha mencari semua kesalahanmu untuk menghipnotis diriku sendiri bahwa kamu adalah pria super jahat yang senang mendepak perempuan yang tidak bersalah dalam banyak hal. Aku berusaha menyadari bahwa kamu akan mendapatkan karma yang setimpal seperti yang telah kamu lakukan padaku. Namun, saat malam menjelang, dan wajahmu ada dalam ingatanku saat itu-- nyatanya bagiku kamu tidak sejahat itu.
Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan jahat pada pria yang dengan sepeda motornya itu tetap mau mengantarku hingga depan rumah. Aku begitu tahu, betapa kakimu pegal karenaku. Betapa rumahku yang jauh tentu sangat menyiksamu. Betapa hari-hari yang kaulewati bersamaku adalah bencana besar bagimu. Tapi, di depanku, kamu tetap tersenyum. Hanya sesederhana mengantar sampai depan rumah, menunggu hingga kehujanan, tapi namamu sampai sekarang membekas dalam ingatan. Kamu yang harusnya sejak dulu kulupakan malah jadi sosok yang paling sulit untuk aku hilangkan.
Kamu tidak tahu hari-hari yang aku lewati dengan menatap ponsel setiap menit, berharap ada pesanmu. Kamu tidak pernah tahu, setiap ada pemberitahuan masuk, aku berharap itu kamu. Kamu tidak tahu, setiap ada panggilan berdering, aku berharap kamulah yang ada di ujung telepon. Kamu tidak tahu sudah berapa air mata yang kujatuhkan dalam doaku, memohon Tuhan menghapus segala ingatanku tentangmu, meminta aku terkena Alzheimer, atau amnesia, asal aku lupa waktu-waktu indah bersamamu dan yang aku ingat hanyalah kebahagiaan-kebahagiaan bersama sahabat dan keluargaku. Kamu tidak tahu betapa sampai sekarang aku masih takut jatuh cinta jika cinta berarti harus jatuh dan kehilangan lagi untuk yang kedua kali.

Ah, mungkin memang, cintamu yang begitu terlihat indah di mataku sebenarnya hanyalah kepura-puraan yang terlambat aku sadari.

23.05

Semoga tidak ada yang ketiga diantara yang keempat. Soalnya aku benci kalau ada yg ketiga, apa lagi orang ketiga.

23.03

Nanti. Yang ku tulis, bukanlagi tentang dia dan lukanya. Melainkan kamu dan kebahagiaan kita.

22.52

Tolong yakinkan aku, bahwa kamu memang benar untukku.

22.50

Terimakasih, message mu setiap harinya. Menumbuhkan senyuman di bibir ini yang dulu sempat hilang. Semoga akan terus tetap seperti ini ya!

19.23

Hujan malam ini membawaku ikut ke dalam pelukannya, agar tangisan yang menyakitkan tidak begitu kelihatan. Segala macam luka yang dulu dan luka yang baru, ikut menggebu-gebu, ikut menggoyahkan hati ini. Hatiku, tidak perlu ditanya bagaimana, yang jelas semuanya terasa begitu amat sangat sakit. Jika kau ingin tau, itu yang kurasa.

19.20

Membayangkan jika besok harus menunggu lagi, rasanya seperti sudah tau akan ditusuk ribuan jarum tapi tetap menunggu.

19.18

Satu dua orang pacaran lalu putus, apa cuma satu yang tersakiti?
Seseorang yang tak bisa memberitahu siapapun– sudah terlanjur tersakiti.
Seseorang yang tak tau dia sakit– kelak akan kesakitan.
Seseorang yang di abaikan rasa sakit itu– lebih tersakiti.

19.18

Aku mau bilang “aku pernah mencintaimu”, tapi aku masih mencintaimu.

19.15

Hujan turun saat awan sudah terlalu berat dan tak mampu menahannya. 
Mungkin karna itu, saat hujan turun aku jadi sedih. Aku merasa hujan menangis untukku. 
Tidak apa-apa. Menangislah. 
Tidak apa-apa. Meski tak bisa menangis. 

19.08

"Kau tau aku juga menderita. Aku sadar sulit bagimu untuk tidak mengatakan tentang hubungan kita. Tapi kau tak pernah membicarakannya. Kau yang bilang takkan menghubungiku kalau aku sibuk." ucapnya dengan hentak.
"itu karena..."
"Lalu ulang tahunmu. Kau bilang mau merayakan dengan temanmu. Kau bilang tak suka bicara kalau sakit. Saat kau sakit, kau kabur saat aku sedang ambil mobil."
"Itu karena..."
"Akan lebih baik kalau kau bilang."
"Kau pikir kenapa aku tak bilang? karena kau terlalu sibuk. Kau bilang kau menyukaiku karena aku pengertian. Kau tak perlu pedulikan ulangtahun. Kau suka aku yang kuat saat sakit. Karena aku sangat menyukaimu." Jawabku dengan meneriakinya sembari air sebutir dua butir jatuh di pipi
"Sekarang sudah tidak penting lagi." Sambungku.
"Aku bukannya menyalahkanmu, tapi aku yang tidak tau. Setelah aku tau, pasti ada yg berubah. Jangan berpikir untuk kabur, tunggu saja." Jawabnya ingin membenarkan
"Tentang yang kau katakan waktu itu, kau bilang kau bisa tanpaku, pasti sudah kau lakukan dari dulu. Apa kau tau hatiku bergetar mendengarnya? Kau tau betapa aku ingin mendengar kalimat itu? Tapi aku tetap ingin menghentikan ini. Ada satu hal yang ku pelajari tahun ini."
"Kita takkan berubah"
"Aku akan selalu seperti orang kelaparan. Kau takkan pernah ada waktu. Aku akan semakin kesepian. Kau akan semakin lelah." air mataku luruh. Tak kuat menahan bendungan di pelupuk mata dan sesak di dada.

21.13

Baru saja aku bilang, "tolong jangan buat luka yang belum benar sembuh ini kamu tambah luka nya". Baru saja, belum lebih dari 1x24 jam. Tapi kamu? Sama-sama sepertinya dahulu; berbuat baik, menarik perhatianku, membujuk hati ini untuk terbuka menerima kau, dan nyatanya? Baru saja beberapa menit yang lalu kamu buat luka ini semakin menganga, dimana letak hati nuranimu, Tuan?

Menyalahkan aku yang hanya terlihat bersikap anak kecil, menyakiti hati ini dengan perkataanmu yang pedas, sekali lagi kutanya, dimana hati nuranimu, Tuan?

Apa aku perlu menceritakan segalanya bibit bobot hidupku dari nol padamu? Apa perlu? Agar kamu tau mengapa aku seperti yang kamu sebut? Jika kamu paham, aku tidak perlu menceritakan semuanya masa laluku. Kamu hanya perlu menerima dan menemaniku untuk menjadi yang lebih baik seperti apa yang kamu inginkan. Tapi ini? Kamu malah menyakiti hatiku, hatiku sakit, lebih sakit dari luka kemarin.

Apa aku salah jika aku hanya meminta perhatian lebih darimu?
Apa aku salah jika aku memaksa meminta sesuatu yang kecil dan merengek padamu jika kamu menolak?
Apa aku salah jika aku menjadikanmu seseorang yang paling mengerti untukku?

APAKAH SALAH???

10.19

Teruntuk kamu penghuni baru hati ini,
aku berani membuka lembaran baru untuk yang berhasil membuat aku melupa pada luka,
aku berani memberimu jalan masuk untuk berada diposisi ternyaman di hati ini,
aku berani untuk mempersilahkan dengan baik hati mu mengenali hatiku.
Tapi ku mohon satu hal,
jika memang sudah tidak bisa, meninggalkan ada cara baiknya,
jangan biarkan luka yang baru seperempat sembuh kamu buat menganga lagi,
jangan biarkan tangisanku ini jatuh untukmu.
Dan harapan yang aku semogakan,
kamu akan terus nyaman berada didalamnya-- aamiin.

10.12

Masih ku lihat ponselku yang ku harap ada pesan darimu masuk. Tapi ternyata? Enyahlah sudah harapanku, berhari-hari, berminggu-minggu, hingga berbulan-bulan, pesanmu untukku tak pernah sampai. Entah kamu mengganti nomor telfonmu, ataukah kamu salah menyimpan nomor ponselku-- aku sudah tidak pernah tau lagi kabarmu juga tentangmu.


Masih dengan rasa rindu yang menggebu-gebu, tak pernah surut, juga tak pernah padam-- aku masih tetap merindukanmu. Saat sepasang bola matamu yang besar itu menatapku dengan tajam, yang katanya kukira itu penuh cinta. Saat kedua tanganmu juga dadamu memelukku dengan erat, yang katanya kukira itu penuh kasih sayang-- ya, semua hanya katanya dan kukira. 

Aku terlalu bodoh untuk mengenali mana yang sesungguhnya dan mana yang berpura-pura. Aku hanya bisa melangkah cepat mengartikan maksud tatapanmu juga pelukanmu-- karna aku benar-benar padamu. Kebenaranku, kesungguhanku, kamu salah artikan hingga kamu mengukir luka untukku begitu hebat. Sangat hebat.

Luka ini, masih menganga pedih. Rindu ini masih menggebu-gebu. 

09.19

Malam ini sepi, tapi pikiranku ramai oleh kamu. Sempat kebingungan pada siapa malam ini aku menulis, tetapi karna di pikiranku hanya ada kamu, kamu lah tema pada malam ini.

Sambil di temani secangkir Greentea hangat, dan lagu Sam Smith, Not In That Way. Otakku terhipnotis semuanya olehmu, dan kita. Matakku berat, entah akan ada badai apa yang turun, hatikku kecut, seperti benar-benar ditusuknya berkali-kali, dan aku mulai tidak bisa menahan tangis ini, aku merindu kamu teramat sangat rindu.

Pada awalnya aku benar membencimu, aku membencimu karena, "mengapa harus aku (lagi) yang kamu kecewakan?" aku memaafkanmu, menerimamu kembali, tapi kamu mengulangi kesalahan itu berulang-ulang kali, lantas aku ini kamu anggap apa? Permainan? Tempat wisata? Jangan jadikan dirimu menjadi penjahat seperti itu, Tuan. Karnamu, bukan aku saja yang terluka.

Tetapi kali ini bukan kebencian yang tumbuh untukmu, melainkan kerinduan, rindu yang tak tertahankan. Aku rindu menatapmu di kaca spion motor yang sedang serius mengendarainya, dan ketika aku menatapmu terus, kamu tersenyum dan bertanya "kenapa" dengan suara yang terdengar halus itu. Aku rindu dekapan bahumu, ketika aku bercerita tentang apapun diluar sana, ketika kamu bercerita apapun kepadaku. Aku rindu semua yang ada dalam dirimu dan seandainya kamu tidak untuk memilih pergi, tentu kita berdua akan menjadi kita yang diharapkan, dahulu. Betapa tidak adilnya hidup ini. Betapa tidak adilnya dunia pada kita.

Aku berharap malam ini sebelum mataku tertutup untuk tidur, esok pagi nya kamu meminta untuk bertemu. Dan kita bisa kembali menikmati udara pagi Bandung, sambil memelukmu erat di motor. Seandainya, kamu memang satu-satunya milikku, demi apapun tidak akan aku melepaskanmu. Tetapi semuanya hanya ilusi, aku hanya berharap, dan itu hanya harapan. Pada kenayataanya, kali ini kamu benar-benar pergi ketika hati ini telah sepenuhnya aku berikan untukmu, dan kepergianmu menjanjikan tidak akan pernah kembali.

Jika kehadiranmu dalam hidupku untuk membuatku jatuh cinta, kamu sudah berhasil melakukan misimu. Aku dilarang untuk jatuh cinta berlebih padamu dan harusnya memang tidak perlu ada cinta di antara kita. Tetapi, caramu menatapku itu sungguh luar biasa, dan aku tidak bisa menolakmu masuk ke dalam hatiku.

Aku duduk diam di depan laptopku, sementara Sam Smith masih mengalun dengan damai. Izinkan aku memutar ulang waktu, agar tidak pernah terjadi pertemuan antara kita, agar aku tidak pernah tahu rasanya jatuh cinta padamu, agar aku tidak merindukan hangat pelukmu.

pembual

19.37

Aku sempat berfikir bahwa ah pria sama saja--mendekati--mencintai--lalu meninggalkan, tetapi pada kenyataannya hari demi hari kamu meyakinkan bahwa aku benar mencintaimu, aku benar memilihmu, jadi jangan pernah meragukanku lagi, hingga aku pun benar-benar membuka hati ini selebar mungkin membawamu ke tempat yang paling nyaman di hati ini, benar-benar menjaga, menjaga agar tidak terluka sedikitpun, dan berusaha membuatmu senyaman mungkin. Tetapi pada kenyataannya, kamu mendobrak pintu hati ini untuk terbuka agar kamu bisa keluar dari dalamnya, kamu berkhianat, yang katanya aku tak akan pernah keluar dari hati ini, aku mencintaimu tanpa ada kata tapi, ternyata semua hanya omong kosong, tanpa berhati-hati atau permisi kamu pergi berlari, hingga aku tak mampu untuk mengejarmu, kamu lebih tega dari apapun, semua ucapanmu, semua janjimu, sia-sia lah sudah, kamu mempermainkan aku, hati ini, dan semua janjimu. Aku yang terlalu bodoh, ataukah kamu yang tidak bisa menghargai perasaan wanita?

21.59

Aku, kamu, dan kita.
ah bukan kita, tetapi belum menjadi kita.
kamu selalu menyelipkan kata manis yang membuatku terngiang
aku selalu menyambut ucapan manismu dengan penuh harap
kenyatanyaannya? kita yang sempat kamu harapkan tak terarah pada apa yang diharapkan. karna aku, terlambat memahami harapanmu dan kamu terlalu cepat mengharapkan harapan itu untuk menjadi kita.