Untuk yang pernah mengatakan cinta kemudian diam
Untuk yang pernah menyatakan sayang kemudian bisu
Untuk yang pernah berjanji tidak akan melukai tapi malah menyakiti
"Aku, yang pernah mencintai tapi tak di hiraukan, yang pernah berjuang tapi di acuhkan, yang pernah bertahan tapi di khianati."
Ku harap kamu selalu berbahagia bersama pilihanmu itu.
Tapi tuan, maaf.
Kali ini aku merindumu, sangat amat merindu.
Entah dari sisi mana aku merindu, tapi yang jelas, ini rindu tak beralasan.
Aku merindu, karna aku mencintai.
Ya, aku percaya.
Memilikimu seutuhnya, hanya sebuah ilusi.
Dan ku harap, pilihanmu tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Aku percaya, kamu pria yang pandai membahagiakan wanita, dan tolong hargailah wanitamu, jangan sampai segores pun kamu melukainya lagi.
Teruntuk kamu,
Memang benar, melupakan seseorang yang sudah bersama selama mungkin itu tidak mudah.
Memang benar, mengikhlaskan seseorang untuk benar-benar pergi tidak bisa.
Memang benar, berjuang dan usaha itu harus dilakukan jika ingin membuktikan bahwa kita benar mencintainya.
Tapi,
Apakah harus kamu terluka amat terluka karnanya?
Apakah harus kamu terus-terusan tak di hargainya?
Apakah harus kamu dibawanya terbang lalu dijatuhkan sekeras mungkin?
Apakah harus kamu perempuan yang banya di idolakan pria ditarik ulur oleh pria brengsek itu?
Tidak sayang, tidak. Semua jawabannya tidak. Kamu tidak pantas bersi keras menguatkan hatimu agar dia membaik. Sudah jelas beberapa kali kamu disakiti, di ingatkan oleh Tuhan dengan cara menyakiti hatimu berulang kali agar kamu percaya bahwa dia, pria mu itu, bukan pria yang pantas untuk merasakan perjuangan pedihmu.
Teruntuk kamu,
Entah sekarang seperti apa anggapanmu padaku. Yang jelas, beribu maaf membisu yang ingin aku lontarkan. Banyak cerita tentangnya yang ingin aku ceritakan. Banyak sekali sesuatu yang ingin aku katakan, nasihat dan semangat yang ingin aku ucapkan.
Teruntuk kamu,
Ingatlah, perempuan yang baik hanya untuk pria yang baik. Aku mengetahuinya, kamu wanita yang baik. Perjuanganmu, usahamu, kesabaranmu, sudah menandakan kamu wanita yang baik. Maka dari itu, perbaiki hatimu jangan pernah mau lagi di perbudak oleh pria, jangan pernah lagi berharap pada manusia, dan serahkan semuanya sama yang di atas. Karna pilihannya, meskipun pedih, tapi nantinya kebahagiaan akan menemanimu. Percayalah.
"Seharusnya kamu mikir, pria itu berani menyakiti kamu, karna pada perempuannya dulu saja, pria itu seenak jidat memilih kamu, padahal perempuan itu sedang amat sangat terluka berjuang sekeras mungkin agar pria itu tidak pergi, nyatanya? Pria itu begitu mudah mengucapkan selamat tinggal yang pada akhirnya kembali pada perempuan itu, apakah kamu mau menjadi layang-layang juga untuknya?"
Kata-kata itu tak pernah lepas dari telingaku, menguatkan aku hingga sekarang, meyakinkan aku bahwa pria seperti itu bukan yang pantas untukku. Tapi demi Tuhan, mengapa ada pria se keji itu? Bagaimana mungkin dia tak bisa menghargai wanita? Ah sudahlah, akan ada waktunya dia merasakan luka aku dan luka perempuannya.
Harus sekuat apa lagi untuk terlihat baik-baik saja? Harus setegar apa lagi aku melihat lelaki dan wanita itu berbagi tawa dan cerita di depan mata?
Mengeluh seperti ini, apakah aku gagal akan usaha ku sebelumnya, untuk melupa pada kamu yang menyakiti?
"Karna memang pada akhirnya, kita bukan untuk yang di inginkan."
Kata-kata yang selalu terngiang di telinga, terbayang di mata, dan terluka di hati.
Ya tuhan, bagaimana bisa hati ini harus berlabuh pada pria seperti itu?
Sudahkah sadar akan kesalahanmu, tuan? Ya tuhan, ingin sekali aku meneriakimu dengan segala kata-kata kotor membasahi wajahmu juga berkata bahwa aku sangat terluka olehmu. Bagaimana bisa disaat kebencian karna luka ini aku harus merindukanmu? Berulang kali, ku tolak mentah mentah pikiran dan perasaan merindu ini untukmu, tapi mengapa ku paksa hanya menimbulkan sesak tak ada hentinya? Apakah ini adil untukku?
Tuan, harus bagaimana lagi aku menahan rindu ini? harus sekuat apa lagi aku melupa padamu?
"bagaimana jika aku tak kunjung sembuh dengan luka ini?" kataku pilu
"semua tergantung kepadamu, apakah kamu akan terus menatap lukamu atau menyembuhkan lukamu?" jawabnya dengan penuh perhatian
"aku tidak tahu, lukaku begitu dalam, sangat sakit, aku tak tau bagaimana menyembuhkan luka sedalam ini, aku benar benar terluka, hatiku begitu terluka" ucapku sembari diikuti air mata
"begini saja, aku mencintaimu, dan jika kamu mencoba mencintaiku, kemungkinan besar luka mu itu akan membaik, aku berjanji" katanya meyakinkanku dengan sejuta harapan
"ah sudahlah, jangan pernah mengucap janji padaku, menurutku janji itu hanya sebuah permainan, hanya sebuah ikatan sementara, dan aku tak kan pernah mempercayai apa itu janji" kataku sambil mengusap air mata di pipi
"ah mungkin, caraku mengajakmu untuk mencintaiku salah, maaf, aku hanya ingin mengutarakan perasaanku saja" katanya
"tapi, percayalah, akan ada dimana kamu akan selalu berbahagia susah senang bersamaku, tunggulah" lanjutnya dengan penuh harap menatap mataku untuk meyakinkan.
Aku hanya berdiam, menatap hujan yang membawa airmataku juga turun. Aku benci, aku benci akan hal ini. Terluka. Aku benci saat semuanya ku mulai dengan baik, saat semuanya ku awali dengan keseriusan. Nyatanya perasaan sesal menyesal dan kecewalah yang menghampiri.
Bagaimana bisa? Ah ya Tuhan, begitu bodohnya aku bisa begitu saja mempercayainya. Benci. Aku sangat membencinya.