quotes-01

19.22

"Kalau tanpa luka itu bahagia takkan ada, kalau tanpa bahagia pun luka takkan ada. Paham kenapa setelah kau tiada aku begitu terluka? Karena kita pernah bahagia." - TriMulyaN

apakah pantas?

19.21

Pada akhirnya aku mengerti mengapa dari sekian wanita di dunia ini berasumsi bahwa semua pria itu brengsek. Ya orang yang sebelumnya aku kecualikan dalam kategori itulah yang justru membuat aku mengerti, orang itu biasa disebut ayah. Tapi kini menurutku ia tak pantas untuk kupanggil ayah.
Dan kukira kini kau adalah seseorang yang telah gagal menjadi seorang ayah.
                                                  

                                                                                                                                                   Tertanda,
                     
                  
                                                                                                                                  Tri Mulya Ningrum

Kamu Lawan, Bukan Kawan

10.58

           Aku masih mengingat, ucapanmu dahulu untukku yang isi nya “kamu sendiri yang membuat pisau itu tertusuk padamu.” Dan sekarang aku mengerti apa yang kamu ucapkan. Kamu, salah satu yang aku anggap “TEMAN TERBAIKKU” menghianati kepercayaanku. Ku kira benar, akulah yang menusuknya, nyatanya, kini aku begitu terluka, dan luka itu di bantu oleh mu untuk menusukku. Kamu sangat pintar bermain seperti ini. Benar, bahkan lebih pintar dariku. Kamu menjatuhkan aku secara perlahan untuk masuk ke dalam lubangmu.
          Ku fikir kamu, yang akan membantuku, meminimalisir masalah yang terjadi padaku. Nyatanya, kamu bahkan lebih dari sebuah kompor. Kamu memanfaatkan ceritaku, keluh kesahku, untuk kepentinganmu, entah apa itu, aku tak mau tau, karna luka yang kau buat sungguh membuatku menyesali telah menjadikanmu sebagai Teman Terbaikku. Terimakasih kawan, kini kamu lah lawanku sesungguhnya. Terimakasih telah mengajarkanku, bagaimana caranya harus berhati-hati memberikan kepercayaan kepada seseorang.

Teruntuk SahabatKu

19.40

Untukmu sahabatku,

Ada banyak cerita dari yang kita alami selama ini, dan aku masih ingat bagaimana awal mula kebersamaan kita ini dan andai kalian tau aku selalu tersenyum membayangkannya. Sangat sulit menjalani cerita bersama di atas segala perbedaan yang menggelayuti hasrat masing-masing. Beberapa mungkin akhirnya menyerah dan memilih mundur dalam kisah kita, namun kita tetap bertahan dalam satu garis menyelami segala yang membuat kita sulit bernafas.

Persahabatan akan selalu indah. Terkadang di bumbui dengan rasa cemburu, rasa enggan kehilangan, rasa khawatir berlebihan, air mata, dan juga rasa geram karena melihat salah satu dari kita tertimpa masalah. Berbagai cerita selalu gagal disembunyikan karena kita memiliki sebuah jaringan koneksi yang kuat. Ribuan airmata jatuh bagaikan setetes keran yg sudah kehabisan air karena dibawahnya kita menanggungnya bersama, dan kita menjadi semakin kuat menghadapi dunia ini bersama.


Untukmu sahabatku,

Aku hanya bisa mengucapkan terimakasih, banyak terimakasih dan selalu terimakasih. Andai kita tidak pernah bertemu, mungkin kita tidak akan belajar sejauh ini tentang kehidupan. 

Teruntuk Kamu Yang Tersakiti

17.23

Teruntuk kamu yang tersakiti,
Maafkan diri ini yang tak mampu menghindari,
Maafkan hati ini yang tak mungkn lagi kau miliki,
Maafkan kelemahan diri yang tak bisa memahami..

Teruntuk kamu yang telah aku lukai,
Maafkan segala khilaf dan salah pada diri,
Maafkan segala janji yang terucap namun tak tertepati,
Maafkan segala mimpi dan harap yang kini kubuat mati.

Teruntuk hatimu yang tersakiti,
Jangan lagi kau tanyakan rasaku ini,
Jangan lagi kau tanyakan cintakah aku padamu,
Jangan lagi kau perdulikan hati ini apapun yang terjadi.

Teruntuk jiwamu yang tersakiti,
Kumohon bangkitlah untuk kembli berdiri,
Kumohon tersenyumlah dan kembali jalani hari,
Kumohon percayalah bahwa bahagia akan datang menghampiri.

Teruntuk kamu yang kini sendir,
Percayalah bahwa Tuhan akan segera memberimu ganti,
Memilihkan yang lebih baik lagi dari yang kau dapatkan kini,
Membantumu melupakan aku yang terlalu seing menyakiti.

Teruntuk dirimu yang masih menanti,
Pergilah, temukan bahagiamu sendiri,
Tanpa kenangan akan diriku lagi,
Tanpa alasan yang akan menahanmu disini.

Teruntuk kamu yang tersakiti,
Terimakasih atas segala yang pernah kau beri,
Termakasih telah mengenal diriku ini,
Terimakasih untuk rasa yang pernah hadir mengisi.

Teruntuk kamu yang tersakiti,
Semoga maafku ini mampu mengobati,
Segala rasa sakit yang pernah kau alami,
Segala perih yang pernah kau telan sendiri.

Teruntuk kamu yang tersakiti,
Aku hanya ingin kamu mengerti,
Sesungguhnya diri ini tak ada niat sama sekali untuk menyakiti,
Jadi kumohon maafkan aku yang tak mampu menghindari,
Dan terimakasih atas segalanya selama ini.

Hujan

16.25

Aku selalu menyukai hujan, selalu menginginkannya datang. Apalagi jika ditemani aroma secangkir kopi lalu bersantai, dan mengenangmu dalam hujan.

Kamu adalah topik tulisanku saat ini, kamu adalah bagian dari kenanganku yang tak pernah kulupakan.
Halo tuan, apa kabar nya kamu? Apakah hatimu sudah membaik? Ku harap begitu. Lama sudah kita tak jumpa, juga tak menyapa. Tapi kini, aku menyimpan rindu padamu. Pria yang dahulu sempat aku cintai, disaat hujan menghampiri. Ya, hujan ini mengingatkanku kepadamu, mengingatkan kita saat bersama dipinggir toko Bunga sembari berkata “Ini bucket bunga dan juga coklat untukmu, aku mencintaimu.” Hanya senyuman bahagia yang aku berikan padanya.

Halo tuan, terkadang hujan ini membawa rindu padamu dan juga luka yang kamu berikan. Mengapa harus ada luka yang terasa? Apakah luka yang kamu berikan sangat menyakitkan? Tapi tenang tuan, aku bukan berarti tak memaafkanmu. Aku memaafkanmu, karna kamu sempat membuat hariku sempurna dan membawa senyuman setiap harinya.

Teruntuk kamu tuankku, yang dahulu ku cintai bersama hujan, aku menari sembari berkata “Aku mencintaimu Tiangku”



Kutitipkan rindu lewat hujan kali ini,


Shasha Aziza Alisya

Secarik Tulisan Untuk Papa

15.18


Aku adalah bidadarimu. Gadismu. Juga hartamu. Itu yang aku harapkan. Tapi nyatanya? Entahlah.










Halo papa! Papa apa kabar? Do’a yang terbaik untukmu tak pernah hilang dari hati dan bibirku.

Pa, apakah papa ingin tau aku bagaimana? Apakah papa ada rasa ingin tau kesehatanku, sekolahku, makanku, aktifitasku, pelajaranku, setiap harinya? Apakah ada terselip rindu untuk anakmu ini?

Maafkan aku pa, yang selalu menentangmu. Yang selalu memaksamu setiap kali apa yang aku inginkan. Tapi, apa pernah aku memaksamu untuk memperhatikanku seperti anak perempuan lainnya? Apa pernah aku memaksamu untuk menyayangiku? Memperdulikanku? Apakah aku pernah? Tidak, karna Papa pun tidak pernah mau. Karna Papa pun hanya menyalahkan keadaan. Karna Papa pun, tak pernah mengusahakan semuanya.

Pa, apakah papa tau? Anakmu terluka oleh pria yang dicintainya? Apakah papa tau, anakmu telah menangis karna pria yang dicintainya? Papa juga tidak tau, dan akupun tidak pernah memberi tau. Sebab, jika aku beritau, apakah papa akan mengerti? Menghibur? Tentu tidak, perduli denganku saja tidak.

Pa, apakah harus aku membenci semua pria? Banyak pria yang menyakitiku, dan juga Mama. Termasuk engkau Papa. Papa telah membuat amarah mama dan juga luka pada mama. Papa telah membuat aku harus mengemis perhatian pada pria yang pada akhirnya memberikan berbagai macam luka yang menghampiriku. Sekali lagi aku bertanya, apakah Papa tau? Tentu tidak. Papa tidak tau. Dan Papa tidak mau tau.

Pa, apakah papa akan marah jika ada pria yang melukaiku? Apakah papa akan menghajar pria itu jika telah membuatku menangis? Papa, kini aku sedang terluka karena cinta. Kini aku merasa butuh “superhero” untuk membelaku, menyemangatiku, menghiburku. Aku membutuhkan itu Papa, aku ingin merasakan seperti apa yg anak perempuan lain rasakan.

Pa, papa tau tidak. Kini aku benar-benar beranjak dewasa. Kini aku benar-benar harus menata hidupku sendiri. Menata masa depanku sendiri. Tapi semuanya terasa hampa. Aku tak merasakan hangatnya pujian, hangatnya semangat untuk masa depanku sendiri. Aku merasa, aku tak mampu.


Selalu ada yg berkata “Baik buruknya Papa kamu, dia tetep Papa kandung kamu”. Ya memang betul, Papa memang Papa kandungku. Tapi mungkin selama aku hidup, tak pernah ada sedikitpun yang aku rasakan peran Papa kepadaku. Dan selama Papa berada di kota yang sama pun, di kontak messenger yang sama pun, untuk mengatakan atau menanyakan “Bagaimana kabrku” saja tidak. Tidak pernah. Maka, apakah harus aku tetap menyayangimu sebagai Papa?




Dengan air mata, juga banyak luka


Shasha Aziza Alisya

Bolpoin

20.49

Aku mencintaimu seperti bolpoin, agar aku dapat menuliskan segalanya yang terjadi. Mengapa aku harus memilih bolpoin? Ini tidak harus, tapi bisa di ibaratkan seperti bolpoin. Ya, agar sebuah tulisan yang aku tulis tidak dapat di hapuskan, seperti rasa cintaku terhadapmu. Kalaupun tulisan itu harus atau dapat di hapus, mungkin hanya menggunakan tipe-x, tapi asal kamu tau, itu akan membuat bekas dan tak mungkin hilang begitu saja. Hanya saja jika tulsan itu aku tuliskan di selembaran kertas dan kamu ingin menghapusnya, robek saja, mungkin itu akan mudah menghapusnya. Ya, cobalah, akan sangat mudah jika di ibaratkan seperti itu.

Dengarkan ini, dengarkan suara hatiku

20.29

Kau dengar? Ini adalah suara hatiku, suara hatiku yang terkesan malu, aku malu saat melihatmu. Bukan, bukan karna kamu memalukan. Tapi aku malu, malu akan diriku sendiri. Aku malu akan keadaanku. Aku malu akan aku. Inilah hati, inilah rasa hal yang tak pernah aku salahkan. Kan ku biarkan hati ini bernyanyi semaunya, terlebih jika aku bersamamu, terlebih jika kau mau bersamaku, kelak aku yakin, apa kau yakin?